Chapter 395: Musuh yang Berhasil Kabur
Chapter 395: Musuh yang Berhasil Kabur
Ketika semua orang di kuil ini ketakutan sambil memegang senjata mereka dengan erat, sosok Randika masih menghilang bagaikan ditelan oleh bumi.
Saat salah satu dari mereka menoleh, mereka melihat sosok Randika tiba-tiba muncul di depannya.
DRRRTTT!
Dalam sekejap dia menembakkan seluruh magasinnya. Setelah seluruh peluru ditembakkan, dia baru menyadari bahwa moncong senjatanya sudah bengkok dan mengarah pada dirinya.
Darah langsung mengalir dari dalam mulutnya, matanya seolah-olah tidak mempercayai apa yang terjadi. Saat kenangan-kenangan hidupnya melintas di matanya, dia sudah dilempar oleh Randika dan mengenai temannya yang lain.
Para pembunuh ini memiliki senjata tetapi mereka merasa bahwa peluru mereka ini tidak berguna sama sekali. Apakah lawannya ini adalah hantu?
Salah satu dari mereka berteriak kembali, artinya satu orang lagi telah mati di tangan Randika. Bagaikan dewa kematian, dia memanen nyawa mereka satu per satu.
Sampai sekarang ini, mereka tidak tahu di mana Randika berada.
Keringat dingin mulai mengalir deras di dahi dan punggung mereka. Selama misi mereka sejauh ini, mereka belum pernah menemui orang semengerikan ini.
Salah satu pembunuh ini memiliki wajah seorang preman yang bengis, namun sekarang wajahnya bagaikan anak kecil yang menangis. Dia menelan air liurnya ketika melihat sebuah bayangan melintas di depannya. Senjata yang berada di tangannya segera mengikuti bayangan tersebut, namun ketika dia menoleh dia melihat leher temannya telah patah dan menghadap ke arah yang salah.
Ketika dia ingin berteriak, sosok bayangan tersebut berada di depannya. Dia hanya merasakan hembusan angin yang kuat dan detik berikutnya lehernya sudah patah!
Sisa-sisa dari pembunuh bayaran yang lain langsung dibunuh oleh Randika dalam hitungan detik.
Randika sekarang menatap pada sisa orang yang sedang berlari sambil menggendong Tom di kejauhan, matanya berubah menjadi tajam. Pada saat ini, dia kembali merasakan rasa bahaya.
Para penembak jitu di hutan sudah kembali membidik Randika.
Randika tidak bergerak, namun pada saat ini, dia merasa bahwa jantungnya itu berdebar dengan kencang, dia juga dapat merasakan bahwa tenaga di dalam tubuhnya mulai terhisap keluar dari tubuhnya.
Sepertinya dia mulai mencapai batasnya.
Namun, apakah dia rela melepaskan Tom?
Tentu saja tidak!
Mata Randika menajam, dia memaksa kekuatan misteriusnya itu bekerja sekali lagi. Bagaikan singa yang turun dari singgsananya, dia mengejar Tom dengan kekuatan penuh!
Para penembak jitu itu juga menekan pelatuk mereka, peluru-peluru mereka dengan akurat mengikuti Randika. Ketika Randika menghindar ke kiri dengan cara melompat, 5 penembak jitu itu langsung menembakan dan menutupi jalur mendarat Randika.
Namun, mereka tidak menyadari bahwa Randika memegang sebuah pistol. Randika berbalik dan menembakkan 2 peluru dan berhasil mendarat dengan selamat.
Rupanya 2 peluru yang dia tembak itu bertabrakan dengan 2 peluru penembak jitu!
Para penembak jitu itu menyadari gerakan ini, hati mereka merasa ngeri. Mereka tidak pernah melawan orang sekuat ini sebelumnya, bahkan mereka tidak tahu bahwa orang bisa menembak tepat pada peluru yang sudah ada di tengah udara.
Apa yang mereka lakukan berikutnya adalah menembak terus menerus. Peluru demi peluru keluar dari senapan mereka dan menuju Randika.
Pistol yang dibawa Randika itu tidak memiliki akurasi yang baik jika ditembakkan untuk jarak jauh jadi dia hanya bisa bertahan dan tidak bisa menyerang mereka.
DOR! DOR! DOR!
Hujan peluru itu masih mengikuti Randika. Ketika Randika semakin mendekati Tom, rasa bahaya di hatinya masih belum hilang, bahkan jauh lebih kuat lagi!
Randika mau tidak mau berbalik dan menatap ke arah hutan, dia berusaha mencari sumber dari kegelisahannya ini. Namun pada saat ini, tiba-tiba sosok Tom telah menghilang!
Pada saat Randika menyadari ini, rasa bahaya yang menggenang di hatinya juga ikut menghilang.
Randika tidak memiliki ekspresi apa-apa di wajahnya, tetapi matanya terus menatap para penembak jitu di atas. Tentu saja, ada orang lain yang membantu Tom. Kalau saja tidak ada pihak ketiga ini, Tom sudah pasti mati!
Dalam sekejap, Randika berlari menuju lokasi para penembak jitu itu. Kecepatannya benar-benar cepat, tetapi ketika dia sampai, sebuah helikopter sudah terbang tinggi di atasnya.
Wajah Randika tenggelam. Ketika dia berusaha mencari petunjuk di lokasi para penembak jitu itu, dia menyadari ada sebuah nama yang ditulis di sebuah batang pohon dengan darah.
ANNA!
Lagi-lagi perempuan satu itu!
Ketika Randika melihat nama itu, darahnya mendidih dan kemarahannya memuncak.
Randika kemungkinan besar dapat melihat apa yang telah terjadi. Sepertinya Anna menghubungi Tom dan menjelaskan semuanya ketika dia kabur dari Indonesia. Dengan kata lain, kedua saudara ini saling bekerja sama untuk menghabisi dirinya.
Apa pun yang terjadi, Tom dan Anna harus mati!
Merasa tidak ada apa-apa lagi, Randika berjalan kembali menuju kuil. Terlebih lagi, mode Berserknya sudah hampir habis, sebentar lagi tidak akan ada yang melindungi dirinya dan pisau yang menancap di dadanya.
Tenaga dalam Randika juga melayang keluar dari tubuhnya, pisau itu terus membuat dirinya semakin lemah.
Di depan kuil, banyak mayat yang bergeletakan. Ketika melihat Hannah yang tak sadarkan diri, Randika tidak memakai ekspresi sama sekali.
Namun pada saat ini, tidak jauh dari tempatnya berdiri, dia bisa mendengar suara teriakan. "Tuan, tuan!"
Suara pasukannya!
Hati Randika terasa lega, seluruh tubuhnya menjadi rileks. Namun karena saking rileksnya, rasa sakit dan capek langsung menguasai dirinya.
DUAK!
Randika dalam sekejap telah pingsan dan pisau itu masih menancap di dadanya.
Namun di tengah kesadarannya itu, dia dapat mendengar suara Dion. "Tuan, bertahanlah! Cepat siapkan mobil, kita harus membawa tuan ke rumah sakit!"
.....
Ketika dia membuka matanya, Randika merasa bahwa dia sedang tidur di atas ranjang dan suara roda dapat terdengar dengan jelas. Di sekitarnya banyak orang berjubah putih mengelilingi dirinya.
"Siapkan ruang operasi sekarang! Hubungi keluarga dari pasien!"
Tidak lama setelah itu, cahaya lampu yang terang menghalangi pemandangannya.
"Sarung tangan!"
"Gunting!"
"Siapkan obat bius!"
Satu per satu perintah dilayangkan oleh dokter yang menangani operasi ini, para perawat dan dokter pembantu memberikannya semua alat yang dibutuhkan.
Lampu ruang operasi telah menyala, selama periode ini, Hannah sudah sadar dan racun di dalam tubuhnya sudah menghilang. Ketika dia bangun, dia mendengar seluruh cerita dari temannya dan terkejut bukan main.
Mereka mengatakan bahwa dia menusuk kakak iparnya?
Ketika diceritakan, Hannah tertawa keras karena merasa dirinya ditipu. Tapi teman-temannya yang melihat kejadian itu tidak tertawa, wajah mereka benar-benar serius.
Melihat wajah teman-temannya itu, Hannah langsung mencengkeram erat perawat yang ada di sampingnya dan bertanya dengan nada yang buru-buru. "Di mana kak Randika? Apa kak Randika baik-baik saja?"
"Siapa kak Randika itu?" Setelah mendengar penjelasannya, perawat ini menyadari siapa yang dimaksud Hannah. "Kakak iparmu ada di ruang operasi."
Ruang operasi?
Dengan wajah datar, Hannah langsung keluar dari tempat tidurnya dan berlari sekuat tenaga ke ruang operasi.
Pada saat yang sama, Inggrid mendapatkan kabar mengenai Randika dan langsung menuju rumah sakit.